Sepenggal kisah yang berawal dari sebuah pengakuan yang nyata akan kelemahan diri. sebuah keimanan yang seharusnya tertanam dalam diri seorang mukmin sejati masih perlu dipertanyakan. Dia yang begitu berat menanggung beban dunia ini merasa terhempas dari lingkungan kepastian hidup. lingkungan pondok yang membimbingnya selama lebih dari lima tahun seakan tak berarti apa-apa. kini hanya deraian air mata yang selalu menemani bayangan kelamnya. jika memang takdir telah tergores seperti ini, bukankan ada takdir yang bisa diubah ? ....
Dia merasa gila, sengsara, dan merana oleh lintasan dunia. sepenggal kisah yang amat singkat dibandingkan kekekalan akhirat. jika penyesalan itu selalu ada, kenapa selalu datang terakhir. setelah semuanya tetulis sebagai amalan yang buruk. tapi apakah malaikat mengerti ? sesaat pikirannya mengelana.
Malaikat hanya mengerjakan tugas dari Allah semata. tidak ada yang salah dengan catatan mereka. Semuanya tersusun rapi dan tidak bisa berdusta. semuanya ada dalam genggaman pengetahuan Tuhannya. Sekali lagi Malaikat tidak salah.
"siapa sebenarnya yang salah ?" tanya makhluk di hadapan ubun-ubunnya.
"Diakah ? " lanjutnya semakin heran.
"Yaa.. Dia yang salah. jalan hidup seperti itu memang dia yang memilih".
"tapi kenapa ?"
"tak ada yang tahu, hanya dia sendiri yang tahu. semuanya ada dalam otak dan hatinya, dan sampai sekarang sudah menjadi karat yang susah dibersihkan ".
"tapi apa ada jalan keluar ?"
"Ada..... jangan tanyakan apa jalannya karena dia sendiri yang harus mencari tahu meskipun sebenarnya dia sudah tahu"
"lalu apakah dia bisa berubah ?" kerutan dahinya semakin terlihat.
"Bisa....jatah hidupnya masih mengatakan bisa berubah. namun kapan dia bisa berubah, sekali lagi hanya dia yang mengerti".
"Apakah dia selalu bertaubat ?"
"Tentu, taubatnya begitu sering dan hampir setiap setelah melakukan dosa itu. aku bukan Tuhan sehingga aku tidak tahu apakah taubatnya diterima atau tidak. sekali lagi aku merasa muak atas dirinya. seakan-akan dia telah memperainkan aturan Tuhan."
setelah terdiam sesaat perkataannya berlanjut.
"Tapi sejujurnya aku merasa kasihan padanya ".
"kenapa ?"
"ketulusan hati orang tuanya begitu murni. setiap malam Ibunya berdo'a khusus untuk dia. dan tetesan air matanya begitu bening sebagai tanda kasih sayang pengingatnya pada dia begitu menyatu".
"sekarang aku mulai mengerti tentang dia"
"sudah puaskah kamu wahai malaikat pencabut nyawa ?"
"Ya....," jawabnya singkat.
" lalu siapakah dirimu wahai penutur ? "
"aku adalah jiwanya yang bening, aku merasa sakit dikala dia melakukan dosa-dosa itu. dzat yang menciptakanku semoga bisa memberinya sebuah pertolongan yang nyata. sudah sekian banyak permohonannya itu dilantunkan dalam getaran do'anya. sekali lagi jangan cabut nyawanya sekarang wahai malakul maut ".
"Aku hanya melakukan atas perintah Tuhanku, Tuhanmu, dan juga Tuhannya".
makhluk itupun pergi meninggalkan mereka, dia dan jiwanya yang bening itu.
Dia merasa gila, sengsara, dan merana oleh lintasan dunia. sepenggal kisah yang amat singkat dibandingkan kekekalan akhirat. jika penyesalan itu selalu ada, kenapa selalu datang terakhir. setelah semuanya tetulis sebagai amalan yang buruk. tapi apakah malaikat mengerti ? sesaat pikirannya mengelana.
Malaikat hanya mengerjakan tugas dari Allah semata. tidak ada yang salah dengan catatan mereka. Semuanya tersusun rapi dan tidak bisa berdusta. semuanya ada dalam genggaman pengetahuan Tuhannya. Sekali lagi Malaikat tidak salah.
"siapa sebenarnya yang salah ?" tanya makhluk di hadapan ubun-ubunnya.
"Diakah ? " lanjutnya semakin heran.
"Yaa.. Dia yang salah. jalan hidup seperti itu memang dia yang memilih".
"tapi kenapa ?"
"tak ada yang tahu, hanya dia sendiri yang tahu. semuanya ada dalam otak dan hatinya, dan sampai sekarang sudah menjadi karat yang susah dibersihkan ".
"tapi apa ada jalan keluar ?"
"Ada..... jangan tanyakan apa jalannya karena dia sendiri yang harus mencari tahu meskipun sebenarnya dia sudah tahu"
"lalu apakah dia bisa berubah ?" kerutan dahinya semakin terlihat.
"Bisa....jatah hidupnya masih mengatakan bisa berubah. namun kapan dia bisa berubah, sekali lagi hanya dia yang mengerti".
"Apakah dia selalu bertaubat ?"
"Tentu, taubatnya begitu sering dan hampir setiap setelah melakukan dosa itu. aku bukan Tuhan sehingga aku tidak tahu apakah taubatnya diterima atau tidak. sekali lagi aku merasa muak atas dirinya. seakan-akan dia telah memperainkan aturan Tuhan."
setelah terdiam sesaat perkataannya berlanjut.
"Tapi sejujurnya aku merasa kasihan padanya ".
"kenapa ?"
"ketulusan hati orang tuanya begitu murni. setiap malam Ibunya berdo'a khusus untuk dia. dan tetesan air matanya begitu bening sebagai tanda kasih sayang pengingatnya pada dia begitu menyatu".
"sekarang aku mulai mengerti tentang dia"
"sudah puaskah kamu wahai malaikat pencabut nyawa ?"
"Ya....," jawabnya singkat.
" lalu siapakah dirimu wahai penutur ? "
"aku adalah jiwanya yang bening, aku merasa sakit dikala dia melakukan dosa-dosa itu. dzat yang menciptakanku semoga bisa memberinya sebuah pertolongan yang nyata. sudah sekian banyak permohonannya itu dilantunkan dalam getaran do'anya. sekali lagi jangan cabut nyawanya sekarang wahai malakul maut ".
"Aku hanya melakukan atas perintah Tuhanku, Tuhanmu, dan juga Tuhannya".
makhluk itupun pergi meninggalkan mereka, dia dan jiwanya yang bening itu.
0 komentar:
Posting Komentar