Photobucket
AHLAN WASAHLAN BIKHUDURIKUM
ASSALAMU'ALAIKUM WAROHMATULLOHI WABAROKATUHU

Menu horizontal

Jumat, 20 Mei 2011

Pengakuan : Mengapa Aku Mencintainya

            Ketika hati ini terpaku oleh nafsu, begitu mudah kita terjerumus ke dalam kenistaan. Entah mengapa aku begitu mengagumi tutur kata dan sikapnya mesti tak pernah bertemu. Jika mungkin rasa ini adalah rasa yang salah mengapa tidak sejak awal tanpa harus menyakiti hati yang lain. Sejak itu aku suka padanya mesti kami berbeda keyakinan. Kenapa seperti ini ? entahlah, diriku yang berdiam seperti terpenjara dalam sebuah pondok melakukan hal yang jelas-jelas aneh. Bukankah dalam Al-Qur'an dijelaskan dengan tegas tentang larangan menikah dengan orang yang berbeda keyakinan ? aku faham itu. Setelah lama, ternyata dia menyatakan masuk islam dan jelas-jelas bukan karena aku, melainkan karena temanku atas keluhuran akhlaknya. Pengakuan itu keluar dari mulutnya. Aku percaya saja dan sekali lagi aku tak pernah bertemu dengannya. Dia berusaha untuk memperbaiki pakaiannya sedikit demi sedikit di sebuah sekolah kristen di Tasikmalaya. Pengakuan secara terang-terangan tak boleh sedikit pun keluar dari mulutnya atau mulut orang-orang yang mengetahuinya. Orang dekat yang mengetahuinya mungkin hanya ibu kandungnya, kakaknya, aku, dan satu teman dekatku.
              Semakin lama aku semakin tertarik padanya, apalagi dia sudah satu keyakinan denganku. Namun dia sudah dulu menyimpan rasa suka pada teman dekatku itu. Aku tak berani terang-terangan pada temanku apalagi dia sedang dalam keadaan sakit. Aku selalu berpura-pura menanyakan perasaannya pada gadis yang aku sukai untuk meyakinkan kalau dia tidak ada perasaan apa-apa selain dari teman. Mungkin saat itu kami berada pada kisah cinta segi tiga. ya cinta tiga sudut. Sudut mana yang akan lebur, itu tak peduli karena kami semua memang teman akrab. Gadis itu memintaku untuk meyakinkan perasaan temanku padanya. Aku berusaha jujur padanya bahwa temanku tidak ada perasaan istimewa padanya melainkan seorang teman saja.
               Setelah masa itu, dia tidak langsung menyatakan perasaannya. Perasaan yang harus dijatuhkan kesudut mana. Sudut itu begitu rumit karena kami teman akrab. Sekali lagi kami adalah sudut akibat segitiga sama kaki. Tapi dia begitu bijak aku rasa. Dia memilih aku dan tetap bersikap biasa saja pada temanku. Aku tak pernah menceritakan apapun pada temanku soal masalah ini. Dia menyangka kalau gadis itu dicintai oleh orang lain yang jauh darinya, bukan aku. Aku sendiri yang menanyakannya bahwa ada seseorang yang mencintainya, meski dalam hati aku berkata, akulah orang lain itu.
              Terlalu menyakitkan, kami sepakat untuk menjalin hubungan meski kami berada di ujung kelas akhir masa putih abu. Aku sibuk dengan pencarian perguruan tunggi, dia pun demikian. Aku diterima di IPB sedangkan dia tak mau menerima anugrah untuk kuliah di Malaysia atau UGM Yogyakarta. Entah apa yang menghalanginya, aku tak pernah mengerti.
             Singkat cerita, aku berangkat ke Bogor dengan sebelumnya meminta dia untuk menemuiku di Terminal Tasikmalaya. Dia tak kunjung datang. Alasan klasik. Dia mengaku tidak ada kendaraan untuk mengantarkannya ke terminal. Aku percaya saja akan hal itu. tanpa basa -basi aku berangkat saja tanpa harus menemuinya. Sesampainya di IPB, sebuah perguruan tinggi yang menyandang beban berat nasib bangsa Indonesia begitu membuatku merasa beban juga untuk menunut ilmu. Aku semaki jarang menanyakan kabarnya meski dalam sms. Masalah lain sebenarnya dia mengaku tidak memegang HP untuk sementara waktu. Apa alasannya ? Aku tidak tahu. Dia mengaku bekerja di seabuah Bank Danamon cabang Ciamis. Untuk sekedar menanyakan kabarnya saja, aku harus melalui hp sepupunya yang amat judes. Susah untuk memperpanjang komunikasi dan cepat tersinggung. Apa seperti itukah orang-orang blasteran tionghoa ? Aku tidak tahu lagi dalam hal itu.
             Sudahlah biar aku yang mengalah saja. Dia seperti tidak peduli lagi padaku. Seperti menganggap aku tak pernah ada dalam hatinya. Atau benar-benar tak ada dalam hati jernihnya sebagai seorang muallaf ? Aku tidak tahu. Aku harap Tuhanku dan Tuhannya, Allah selalu memberi jalan yang lurus pada kami. Aku ingin berbaik sangka saja padanya meski satu pertanyaan ini ingin sekali aku lontarkan padanya, MENGAPA AKU MENCINTAINYA.
  

Cari Blog Ini