Puihhh.......
Hatiku merasa lega setelah dua jam perjalanan melintasi sebuah daerah yang baru sepuluh tahun berpisah. Tasikmalaya terpecah sejak tahun 2000 menjadi bagian kabupaten dan kota. Hal itulah yang terkadang menjadi bahan pikiran bagi diriku sebagai orang kabupaten yang saat itu sekolah lanjutan atas di bagian kota. Usia sepuluh tahun itu membawa perubahan yang begitu cepat, sama halnya dengan perubahan yang terjadi pada sekolah lanjutan yang aku duduki pada saat itu. Siapa yang tidak bangga jika sekolah madrasah aliyah berstatus swasta yang masih muda belia sudah menyandang akreditasi A plus dari pemerintah. Begitu pula dengan bagian kota yang sudah memiliki tata kota yang baik, yaitu penetapan sentra industri di beberapa sudut kota, sedangkan mall-mall, kompleks perkantoran pemerintah, Rumah Sakit Internasional (Tasik Medical Center), terminal bis tipe A bahkan sebagian orang mengatakan terminal bis bertaraf Internasional (walaupun bertaraf internasional tetap aja gak ada bis yang bisa lintas negara, kecuali kalo punya sayap kali yee), masjid raya, dan pusat agama kristen (Tabernakel) terletak di bagian pusat kota.
Kini diriku masih terdiam memandangi bagian depan terminal bis sambil menyapu keringat di dahi. Sepintas bangunan itu seperti gelanggang olahraga sepak bola yang terdapat di Afrika Selatan. Bangunan yang masih belum lama berdiri itu memiliki gaya yang khas. Bentuk bangunan pusatnya seperti payung tasik raksasayang sudah memiliki hak paten. Disamping kanannya terdapat bangunan setengah elips yang saling mirip bagaikan hasil refleksi dari bangunan disebelah kirinya. Namun bedanya, disebelah kanan terdapat masjid besar yang dikelilingi empat menara bergaya timur tengah. Disebelah kanan mesjid itu ditetapkan sebagai jalur masuk sedangkan sebelah yang satunya lagi ditetapkan sebagai jalur keluar. Bagi para pejalan kaki dan yang membawa kendaraan beroda kurang dari sama dengan empat, tempat yang dituju adalah di tengah-tengah tepat di muka bangunan utama. Jika sudah masuk dari pintu utama, terlihatlah deretan bis yang berbaris rapi. Bagian utama itu memang ditempatkan untuk bis lintas provinsi. Jika berjalan terus menapaki tangga-tangga yang landai, disana akan terlihat deretan bis-bis lintas kota-kabupaten. Sedangkan jika mengangkat lagi pandangan, terlilhatlah deretan ruko-ruko berbentuk salingsama yang nampak tepat dibawah kaki gunung Galunggung.
Sebenarnya jika dilihat dari daerahnya, bagian kota bagaikan pulau di tengah lautan sehingga jika berangkat dari daerah kabupaten, maka yang akan dilewati adalah daerah kota dan kembali lagi ke daerah kabupaten. Tapi dirinya kembali berpikir bahwa tidak baik pula terlalu membanggakan daerah kota dengan sederet gedung mewah dan mall-mall nya, toh dirinya sendiri berasal dari daerah kabupaten yang takkalahkemajuannya.
Sekarang bis Budiaman Eksekutif Full AC berjalan perlahan meninggalkan terminal megah itu. Aku berusaha meyakinkan diri bahwa diriku baik-baik saja. Pertamanya memang keadaan fisikku baik-baik saja. Setelah sampai disekitar Garut, rasa lek dan mual itu tiba-tiba muncul. Bukan hal yang aneh juga sih, tapi itu kan dulu, sekarang rasanya penyakit mabuk perjalanan itu sudah hilang. Ingin sekali rasanya cepat sampai di tempat peristirahatan pertama, Malangbong.
Setibanya di Malangbong aku berinisiatif untuk membeli rujak dan manisan buah untuk menghilangkan rasa peningku itu. Sesaat masalah peningku bisa teratasi dan aku bisa sedikit menikmati kembali perjalananku. Tiba-tiba masalah lain muncul, perutku terasa sakit dan hendak buang air. Dengan sedikit keberanian aku bertanya pada kondektur tentang WC di bagian belakang bis, bisa di pakai atau tidak. Oh ternyata bisa. Tanpa banyak basa-basi lagi aku langsung menuju WC itu. Suasananya begitu dingin. Air yang tertahan sekian lama di ruangan full AC itu begitu menggigit. Syukurlah, sekarang keadaanku sedikit lebih baik. Aku duduk kembali dan berusaha tenang.
Setelah sampai di terminal kampong rambutan, sarana yang pertama dituju adalah WC umum. Setelah merasa aman dengan kegagalan sistem pencernaan, aku kerlingkan mata lebar-lebar untuk meyakinkan bus jurusan Jakarta - Bogor. Tanpa banyak berkeringat, bus full AC Limas sudah menanti dan bersiap mengantarkanku ke Bogor. Berusaha duduk tenang dan menikmati semuanya. Singkat cerita sampailah di terminal baranang siang bogor. Suasananya sudah berubah menjadi gelap gulita. Bangunan-bangunan masih terpancari oleh lampu yang menyebar tidak merata, sehingga terkadang berjalan melintasi daerah yang begitu terang dan terkadang juga melewati daerah yang begitu gelap.Tiba-tiba seorang laki-laki yang sudah nampak tua karena tuntutan pekerjaan itu mengambil barang bawaanku tanpa aku perintah. Sambil bertanya kemana tujuanku, dia begitu cepat melangkah sehingga aku harus berusaha untuk tidak ketinggalan. Dengan singkat Aku jawab mau menuju halte trans pakuan. Dengan semangat dia gandeng dan menjadi motor pergerakanku menuju halte yang terletak di seberang jalan. Setelah sampai, aku baru sadar bahwa yang mengantarnya adalah seorang kuli panggul barang yang mengharapkan upah sebesar lima ribu rupiah.
Keadaan sudah terasa lebih tenang. Kini saatnya aku menikmati pemandangan kota bogor dilihat dari trans pakuan. Memang cukup memuaskan juga menaiki kendaraan tersebut dengan hanya membayar tiket tiga ribu rupiah untuk jarak baranangsiang - bubulak. akhirnya kendaraan terakhirku menuju kampus IPB Darmaga adalah angkot kampus dalam. malam semakin larut dan ku usahakan untuk bisa menembus benteng pertahanan asrama. syukurlah gerbang masih terbuka dan satpam hanya bisa tersenyum lebar tanpa mau berkomentar.
0 komentar:
Posting Komentar