Berdasarkan surat undangan yang dilayangkan Direktorat
Kemahasiswaan Subdit Minat dan Bakat Universitas Indonesia berserta
panitia penyelenggara workshop pers kampus 2011, IPB secara resmi
memberi kesan positif untuk mem- berangkatkan perwakilannya. Kegiatan
ini merupakan ajang yang ditujukan bagi aktivis-aktivis pers kampus agar
memiliki kemampuan yang lebih dalam memahami dunia media massa secara
umum. IPB Youth Journalist sebagai salah satu kelompok yang bergerak
dalam pers kampus telah memberangkatkan lima orang perwakilannya, yaitu
Asep Andi, Anisa Tridiyani, Dini Ayu Lestari, Dwi Muchayani, dan Fatimah
Zachra Fauziah dalam acara tersebut. Selain dari UI sebagai tuan rumah,
acara tersebut juga dihadiri oleh perwakilan mahasiswa pers kampus dari
Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Komputer Indonesia
(UNIKOM), Universitas Taruma Negara (UNTAR), London Scshool of Public
Relations (LSPR), dan lain-lain. Workshop pers kampus ini dilaksanakan
di Gedung Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Indonesia.
Perwakilan IPB menjadi peserta pertama yang melakukan
registrasi dimeja yang telah disediakan panitia. Setelah menunggu
sekitar setengah jam, acara dibuka oleh MC yang kemudian diawali dengan
sambutan oleh ketua pelaksana dari pihak Kasubdit Minat dan Bakat
Direktorat Kemahasiswaan Universitas Indonesia, Drs. AG. Sudibyo, M.Si.
Dalam pidatonya, beliau mengajak peserta untuk mengingat sejenak tentang
perkembangan Pers di Indonesia. Dalam perkembangannya, Pers dimulai
dengan adanya surat ijin penerbitan pers dari pemerintah sampai
pencabutan ijin tersebut sehingga terjadi kebebasan pers di Indonesia.
Dalam sistem pers terdapat empat macam yang dianut dunia, yaitu: otoritarian, komunism, liberalism, dan sosial responsibility. Menurut beliau, Pers di negara kita secara perlahan telah masuk pada kategori pers liberalism.
Pers kampus saat itu menjadi terpengaruhi dan kemudian berubah menjadi
tantangan. Sampai pada akhirnya terjadi pembredelan pada koran kampus
yang ada saat itu. Beliau juga menyampaikan terima kasih kepada para
peserta yang telah hadir dan menyatakan bahwa jumlah bukanlah faktor
penghalang bagi kita untuk terus mengembangkan kemampuan kita dalam
dunia pers kampus.
Workshop sesi pertama dimulai pada pukul 09.30 sampai
10.30. pada sesi ini, tema yang diangkat adalah Manajemen Redaksi TV.
Pembicara yang handal dibidangnya dan memiliki pengalaman yang sangat
banyak dalam dunia media membuat kami semakin bersemangat. Bapak Toto
Suryanto ini merupakan mantan aktivis mahasiswa pers kampus Universitas
Brawijaya, mantan Senior Manajer SCTV, Koordinator Liputan (Koorlip)
TVOne, dan segudang pengalaman lainnya. Dalam presentasinya, beliau
mengawali sejarahnya yang menyatakan langkah-langkahnya saat SCTV hendak
didirikan untuk menyaingi RCTI saat itu. Bukanlah hal yang mudah ketika
pertama mendirikan suatu media, namun yang membuat kami terus bertahan
hanyalah satu, yaitu semangat. Menurut pengakuan beliau, jantung dari
media adalah liputan. Saat itulah SCTV berhasil meliput tragedi
kerusuhan yang melibatkan pihak mahasiswa dan aparat sehingga rating
SCTV meningkat drastis. Berkembang dan terus berkembang sampai menjadi
media massa yang dipandang paling netral di Indonesia selain TVRI.
Mengapa demikian ? hal ini karena media-media lain disadari atau tidak
memiliki unsur-unsur politik yang dibelakangnya ada pihak yang
diuntungkan atau dilindungi. Misalnya, TVOne tidak pernah menyebutkan
kata “lumpur lapindo” dalam liputannya melainkan menyebutnya “lumpur
sidoardjo” karena ada pihak dibelakang yang dilindunginya, yaitu Bakrie.
Kembali pada permasalahan mahasiswa, hal yang membuat mahasiswa lemah
dalam dunia pers adalah kemalasan. Sehingga kunci yang menjadi dasar
dalam mengelola media kampus adalah semangat. Sambil tertawa beliau
memaparkan bahwa penyakit yang sering menimpa wartawan hanyalah dua,
yaitu sombong dan sakit maag. Bukan hal yang dipungkiri ketika seorang
wartawan memaparkan kebanggaannya tentang keberhasilan suatu liputan
sampai akhirnya lupa diri dan dibelakangnya ada media lain yang bersiap
menghadang. Para jurnalis hendaklah merasa bangga karena bisa menjadi
saksi sejarah bahkan menjadi pelaku sejarah. Semua media massa sama,
namun yang membedakan adalah efektivitas penyampaiannya kepada khalayak
umum. Dalam ruang redaksi terdapat beberapa hal yang perlu diketahui,
yaitu : news room, system, tim gathering (reporter, cameraman, driver),
tim koki , broadcase people, dan studio crew. Tim gathering yang
memiliki tugas yang cukup berat tapi dibayar paling murah adalah driver.
Tim koki bukan pada makanan saja melainkan tim penyaji berita yang
sigap dalam mengatur penampilan berita dengan menggunakan software yang
bisa bekerja cepat untuk disalurkan ke pihak newsroom. Seorang jurnalis
harus bisa menjaga hubungan baik dengan pihak-pihak yang terlibat dalam
hal menjebatani penyampaian informasi tentang suatu kasus tertentu.
Dalam hal lain, rapat redaksi harus selalu ada. Adapun hal-hal yang
menjadi bagian dalam rapat redaksi adalah lembaga tertinggi (pemimpin
redaksi sejati), policy dan rundown siaran, narasumber dan topik utama,
delivery dan evaluasi, dan rating-share-image. Presentasi beliau
diakhiri dengan pemaparan kasus-kasus terkini dan pengalaman-pengalaman
pahit manisnya menjadi seorang koorlip sekaligus wartawan.
Presentasi kedua dibawakan oleh Prof. Sasa Djuarsa
Sendjaya, Ph.D. Beliau merupakan mantan ketua KPI Pusat sekaligus
menjadi dosen Komunikasi di FISIP UI sampai sekarang. Bahasan yang
dibawakan beliau dengan gaya khas seorang dosen senior adalah tentang
Regulasi Penyiaran di Indonesia Antara Idealisme dan Realita Bisnis.
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa di Indonesia masih menggunakan
sistem pemakaian frekuensi dari masing-masing media yang tentu
tergantung biaya yang dikeluarkan masing-masing perusahaannya. Sehingga
perlu adanya regulasi pemakaian frekuensi baik untuk radio, televisi,
selular, dan lain-lain. Di luar negeri, pengaturan jaringan dipusatkan
pada satu menara yang dibangun pada suatu tempat tertentu. Berbeda
dengan di negara kita yang hampir semua media memiliki menaranya
masing-masing. Jika negara lain bisa mengapa kita tidak. Rencananya
negara kita juga akan diadakan pemusatan seperti itu untuk wilayah
jakarta dengan membangun sebuah menara komunikasi terpusat didaerah
kemayoran pada tahun 2014 mendatang. Respon masyarakat terhadap media
adalah pencerminan dari masyarakatnya. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan, aksi protes massa terhadap media diduduki tertinggi mencapai
28 persen adalah terhadap sinetron/film. Sedangkan protes masyarakat
terhadap infotainment hanya menduduki 1,6 persen. Selainnya diajukan
terhadap berita, reality show, dll. Dalam kaitannya dengan bisnis,
berbagai media juga memiliki partner atau relation dengan pihak
perusahaan tertentu sehingga bisa menguntungkan pihak tertentu pula. Di
Amerika, suatu media dinyatakan monopoli jika menduduki 35 persen dari
keseluruhan penonton masyarakatnya. Di Amerika juga ada tiga hal yang
tidak boleh disiarkan melalui media, yaitu pengadilan perceraian,
pengadilan seksualitas, dan pengadilan anak. Menurut beliau, berbagai
perundang-undangan dalam dunia pers sudah ada tapi belum sepenuhnya para
pelaku pers memahaminya sehingga terjadi pelanggaran-pelanggaran.
Misalnya pelanggaran yang terjadi pada acara “Empat Mata” dari Trans7
yang dipandu oleh Tukul Arwana. Setelah pelanggaran itu, pihak
perusahaan mengganti program tersebut menjadi “Bukan Empat Mata”. Hal
ini karena adanya tuntutan tidak boleh beredar lagi dengan nama yang
sama dan konten yang sama meskipun ada perbaikan. Meskipun demikian
tidak semua orang menyadari hal itu. Tukul Arwana menjadi artis yang
mendapatkan bayaran paling besar pada acara tersebut, yaitu sebesar 27
juta per episode. Dalam satu bulan bisa mencapai 12 episode sehingga
jika dikalkulasikan penghasilannya bisa melebihi tiga kali lipat gaji
presiden. Menurut pengamatan beliau, TV Publik yang sudah mendapat ijin
dari pemerintah berjumlah 22 dan dalam permohonan berjumlah 13, TV
Swasta yang telah mendapatkan ijin berjumlah 278 dan dalam proses
permohonan berjumlah 302, TV berlangganan yang sudah mendapat ijin
berjumlah 113 dan yang dalam proses permohonan berjumlah 51, TV
komunitas yang sudah mendapatkan ijin berjumlah 7 dan yang dalam proses
permohonan berjumlah 19. Jumlah total televisi di Indonesia yang sudah
mendapat ijin berjumlah 420 dan yang dalam proses permohonan berjumlah
385 sehingga total televisi di Indonesia jika mendapat ijin dari
pemerintah berjumlah 805 stasiun televisi. Hal serupa juga terjadi pada
stasiun radio di Indonesia yang mencapai 3.296 stasiun. Sehingga perlu
diadakannya teknologi komunkasi yang berbasis digital dan konvergensi.
Perencanaan dari Ditjen Postel – Kemenkominfo, tahun 2015 untuk
kota-kota besar sudah tidak ada lagi TV analog melainkan sudah berpindah
pada TV digital. Pada tahun 2020, seluruh TV analog di Band III VHF dan
Band IV UHF CH 22 – 54 menjadi full digital broadcast. Dalam
masalah lembaga sensor film juga berbeda dengan negara-negara lain.
Negara lain ada yang menyerahkan sensor filmnya pada perusahaan
masing-masing seperti Amerika dan ada juga yang benar-benar ketat
seperti di Malaysia dan Singapura. Presentasi selesai setelah proses
tanya jawab.
Selanjutnya peserta dipersilahkan untuk mengambil makan
siang dan shalat dzuhur bagi yang menjalankan. Sekitar setengah jam
lebih kami beristirahat dan dilanjutkan lagi pada pukul 13.00. Materi
selanjutnya dipaparkan oleh Prof. Masmiar Mangiang yang merupakan salah
satu dosen di FISIP UI. Materi yang dibawakan tentang Teknik Dasar
Menulis. Menurut beliau, mahasiswa wajib harus bisa menulis. Jika
setelah lulus belum bisa menulis maka ijazahnya perlu dikembalikan dan
mengulangnya lagi. Banyak mahasiswa beranggapan bahwa menulis itu harus
ada bakat, padahal itu tidak sepenuhnya benar. Menulis adalah proses
mengemukakan fakta, perasaan, dan gagasan. Dalam menulis, penguasaan
bahasa tulis harus diperhatikan terutama masalah diksi. Hal ini karena
pembaca memabaca dengan tanpa bantuan apapun melainkan menggunakan cara
sendiri yang tentu berbeda dengan lisan yang memiliki intonasi. Jika
salah memilih kata, maka akan menampilkan penafsiran yang berbeda. Hasil
dari menulis adalah naskah. Banyak kata-kata yang memiliki pemaknaan
salah dalam tulisan-tulilsan resmi apalagi yang tidak resmi. Misalnya
dalam tulisan sejarah, itu menjadi kata yang keramat sehingga sulit
untuk diubah. Misalnya kata “mencerdasakn kehidupan bangsa”, bukan
kehidupannya yang dicerdaskan melainkan penduduknya. Atau dalam kata
“Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada tingkatan dalam keesaan Tuhan, dan
lain-lain.
Apa saja yang ditulis ? Pertama, naskah-naskah yang bersifat faktual
misalnya surat, pengumuman, berita surat kabar, opini di koran, laporan
penelitian, dan progress report. Kedua, naskah-naskah yang bersifat
opini misalnya novel, dongeng, dan lain-lain.
Beberapa istilah yang tidak bisa dihindarkan dari faktual adalah :
-
Realitas, sesuatu yang diyakini kebenarannya tapi tidak pernah dibuktikan
kebenarannya. -
Fakta, sesuatu yang diyakini kebenarannya namun telah dibuktikan
kebenarannya. - Data, hasil pengujian yang spesifik.
- Opini, pendapat yang muncul dari penulis berdsarkan fakta yang diketahui.
Topik dan tema adalah dua kata yang tidak berada pada tingkatan
hierarki yang sama. Topik adalah lingkup persoalan sedangkan tema
adalah apa yang kita katakan tentang suatu topik. Disarankan memilih
topik yang sifatnya sempit pada naskah yang pendek, pilihlah topik yang
teraktual, pilihlah topik yang anda kuasai atau anda fahami dengan baik,
dan jangan pilih topik yang kurang anda kuasai atau sedang dipelajari.
Ada dua jenis naskah berdasarkan isi dan tujuan penulisan, yaitu ras
pertama berisi fakta yang bertujuan menginformasikan kepada publik dan
ras kedua adalah fiture yang berguna untuk menjelaskan tapi tidak
komprehensif. Fiture hanya mengabarkan berita. Adapun kesalahan dalam
jurnalisme ada dua, yaitu menyiarkan berita yang salah dan melanggar
hukum. Pada tahap-tahap penulisan, setelah adanya topik, disarankan
untuk mengumpulkan bahan sebanyak-banyaknya dengan cara membaca, melihat
dokumen-dokumen, dan lain-lain. Fakta bisa kita dapatkan dengan
interview pada orang yang berkompeten. Orang yang berkompeten itu adalah
berdasarkan kedudukannya yang benar sesuai topik bahasan.
Setidak-tidaknya narasumber ini menyaksikan sesuatu. Yang perlu
diperhatikan dalam wawancara, tentukan narasumber yang benar-benar
berkompeten dalam bidangnya. Faktor penentu tinggi-rendahnya nilai
berita di mata publik adalah akibat, proximity, prominence, konflik, dan
kebaruan. Syarat pokoknya adalah bersifat melaporkan fakta, bukalah
laporan dengan mengambil perhatian orang, ditulis dengan struktur
piramida terbalik (hanya untuk berita), berita harus seimbang, berita
tidak banyak kata2 yang tidak penting, lengkap menjawab 5W + 1H (yang
relepan saja), fair (jujur tidak berprasangka), akurat, kode etik
terpenuhi, menjauhi pelanggaran hukum, dan mempertimbangkan aspek
pendidikan publik. Sebagai contoh, di Amerika sudah dikatakan bahwa
tidak ada berita yang objektif melainkan media hanya berlaku fair atau
jujur dan tidak membohongkan fakta. Presentasi beliau diakhiri dan
penyambutan pada presenter selanjutnya yang merupakan kerabat dekatnya.
Sejujurnya pikiran sudah mulai tidak fokus karena tidak ada hiburan
sedikitpun dari pihak panitia. Ditambah lagi sikap para pembicara yang
seperti memberikan kuliah pada mahasiswanya. Beda dengan acara-acara di
IPB yang selalu menyertakan hiburan dan mendatangkan pembicara yang
muda-muda.
Presentasi terakhir disampaikan oleh Prof. Zulhasri
Nasir, seorang penulis buku dan salah satu dosen di FISIP UI. Tema yang
dibawakan adalah tentang menulis tajuk rencana atau editorial. Tajuk
rencana adalah suatu tulisan opini yang ditulis oleh orang dalam redaksi
tentang berbagai masalah yang mencerminkan sikap, pandangan, dan
politik suatu media pada masalah yang dibahas. Tajuk rencana juga
berfungsi sebagai ruang atau kesempatan bagi redaksi untuk memberikan
pendapat. Menurut beliau, tempatkan diri kita sejajar dengan publik
(pembaca, pendengar atau pirsawan) sehingga dengan demikian kita akan
bersikap demokratik, terbuka, dan menghindari diri dari sifat menggurui.
Ketika menulis anggap kita sedang berdialog dengan audiens. Menulislah
dengan sikap rasional, mengutamakan logika, nalar, dan tidak membakar
atau memperluas konflik tetapi meredam atau mendinginkan. Dalam hal
struktur tulisan, perlu adanya benang merah atau sudut pandang. Selain
itu juga perlu ada tiga komponen berikut, yaitu introduction (intro),
isi, dan kesimpulan. Pemaparan tulisan dapat berupa numbering, blocking,
theming, dan structuring.
Kondisi sudah mulai terlihat tidak kondusif dan dari
situlah acara secara resmi ditutup oleh MC pada pukul 16.00. Setelah itu
peserta dipersilahkan mengambil sertifikat di meja registrasi dan
pembagian konsumsi penutup dari pihak panitia. Kami melaksanakan shalat
ashar dan tidak melewatkan moment untuk sekedar mencari udara segar dan
berfoto-foto disamping danau sekaligus manyaksikan kemegahan
perpustakaan baru UI dan Rektorat UI yang terlihat menarik dan indah.
Disepanjang perjalanan pulang ke stasiun juga kami melihat banyak
pelajaran dari dalam kampus UI. Biarlah itu pelajaran positif maupun
negatif yang kami sadari cukup berbeda dengan kampus kita. Kami pulang
dengan kepenatan yang luar biasa di dalam kereta. Kepenatan bukan
semata-mata karena mengendarai sarana umum tapi mungkin karena kelelahan
mengikuti workshop yang tidak ada hiburannya sedikitpun. Kami sampai di
kampus kembali pada pukul 20.00 dan membubarkan diri ketempat
masing-masing.
0 komentar:
Posting Komentar