Oleh : Artha Wijaya
Sifat : Nyata tapi agak lebay...
Sekarang, pagi dimana embun selalu terbentuk diantara dedaunan yang kering pada siang hari. Kubuka jendela kamarku yang berada tepat di sebelah timur menara gagah petronas. Namun tak kulihat ada sedikitpun daun-daun itu dibalik jendela. Memang, kamarku berada pada lantai 1 untuk arah depan rumah, namun sebenarnya berada pada lantai 3 Jika menghadap ke "jantung kota" Malaysia. Asumsikan saja bahwa pelataran Petronas sebagai datum, maka aku benar-benar setara dengan berada pada lantai 10 menara kembar itu. ya, inilah Gombak. Lebih tepatnya Jl Sri Gombak fasa 10/2, tempat dimana pesona keindahannya cukup memikat mata untuk menelusuri jalan-jalannya. Di Kota ini pula jalur kereta rapid KL berujung, sehingga kita harus menggunakan Bas atau teksi untuk merambah daerah lainnya. Serasa berada dipinggir danau dengan hamparan asrama, apartemen berkelas, dan perkantoran adalah air pengisinya yang tenang. sedangkan disebelah utara dibatasi oleh gunungan batu yang tinggi. Kulangkahkan menuju depan rumah, dan memang sudah tidak heran lagi jika mobil-mobil kebanggaan mereka, Proton, berjejer rapi di hampir setiap perumahan yang seperti tak berujung sampai mata anda bertepi pada tempat wisata "Batu Caves".
Ini adalah hari terakhirku berada di negeri Jiran Malaysia. Jika ditanya ingin berapa lama anda tinggal disana, mungkin ingin ku menjawab selamanya saja. Tapi untuk apa menjawab seperti itu kalau memang Aku punya negeri kebanggaan tersendiri, Indonesia.
Dengan berjalan sekitar 30 meter, tampat pemberhentian Bas sudah terlihat. Sempat kusapa penjaga station tersebut, eh ternyata beliau orang Indonesia yang "mengungsi" kesana. Kuputuskan untuk naik Teksi saja, paling hanya berbeda 1 RM saja dengan menggunakan Bas dan setidaknya bisa lebih cepat. Di Teksi tersebut tidak perlu khawatir akan dibawa muter-muter dulu agar ongkosnya mahal. Kebetulan sopir teksi itu orang "Indon" (sebutan mereka untuk negara kita) juga. Puih, ternyata tidak hanya itu saja, para petugas kebersihan di kampus juga banyak orang-orang Indonesia ternyata. "Semoga berjaya" itulah sambutan hangat mereka dengan gaya khas melayu yang alot.
Pagi ini para pegawai sedang enak-enaknya mengemudikan mobil-mobil mereka dijalan-jalan sebelum station kereta Rapid KL, namun setelah itu, maaf saja karena sudah tersedia bangunan megah 5 lantai sebagai tempat penitipan mobil pribadi. Inilah yang membuat kemacetan bisa ditanggulangi. Antrean di mesin tiket cukup panjang. Terlihat disana, ada mesin tiket yang hanya menerima uang koin dan ada yang menerima uang kertas. Dengan terpaksa harus kutukar dulu uang kertasku ke uang koin di kios sebelah kanannya. Oke, token untuk masuk sudah dapat dan jangan sampai hilang sampai tempat tujuan. Jika hilang, saya tidak akan bisa keluar station karena token itu sama dengan kunci untuk keluar dari gerbang batas antara station dan dunia luar yang terbuka secara otomatis. hehe
Daerah Putra Jaya berada cukup jauh dari Kuala lumpur, dengan melewati perkebunan sawit yang masyaallah, Stadion Sepak Bola yang sedikit mirip GBK (tapi bagusan GBK sih), dan tempat-tempat industri lain, sampailah di tempat dimana terdapat danau yang luas, bangunan khas timur tengah yang megah dan kantor-kantor pemerintahan yang berjejer rapi disamping kiri kanan jalan menuju pusat pemerintahan kerajaan Malaysia. Jembatan itu, panorama itu, dan suasana itu, mengingatkanku pada cerita kakak kelasku yang kuliah di Kairo tentang pesona Alexandria. Namun satu hal lagi, masjid kerajaan yang berwarna pink itu berada tepat di samping danau, ini pula yang menginagtkanku pada mesjid apung diatas laut merah meskipun disana berwana putih.Pelataran di depan istana sangat luas, bentuknya lingkaran bersar dan ditengah-tengahnya terdapat bendera tertinggi Malaysia yang dikelilingi oleh bendera-bendera negara bagiannya. Air mancur menambah keromantisa tempat itu meski sesekali berubah menjadi uap air untuk mendinginkan pelataran tersebut.
Berjalan kesebelah selatan, anda akan menuju turunan yang cukup curam menuju tepi danau dengan berbagai restoran berkelas ala timur tengah. Namun jangan khawatir karena turunan ini menggunakan eskalator dengan kemiringan kurang dari sama dengan 45 derajat. sedangkan jika menuju masjid, anda tinggal berjalan menuju terowongan bawah sampai anda menemukan tangga yang membawa anda keatas masjid tersebut. Setelah itu, kupandangi istana itu dari masjid sehingga nampat lebih jelas. bangunan itu hampir mirip Taj Mahal (mungkin ini Taj Murah, sssttttt) meskipun tidak seperti terbuat dari batu pualam putih. Dengan tiga kubah Berwarna hijau kebiru-biruan yang mengkilat, tampaklah keindahan itu. Apakah Ratu Mumtaz Mahal ada didalam sana, tertidur pulas dalam ketenangan meski menyisakan kepedihan yang mendalam ? Lalu dimanakah Kaisar Shah Jahan yang sangat mencintainya ?
percakapan itu,
Apakah ratu itu sudah bangun dari tidurnya dan merubah wujud menjadi sesosok putri yang cantik ini ? Melangkah dengan pasti didepan pandanganku dengan jilbab lebar yang tersapu angin. Selendang merahnya terombang ambing meskipun masih terikat di lehernya. Bajunya penuh dengan bodir emas. Matanya begitu indah, hitam namun kebiru-biruan. Pandangannya tertunduk pada debu-debu padang pasir yang berada di pelataran. Apakah dia malu untuk menatapku, menyapaku, atau sekedar menanyakan seberapa lama kita akan bersama ? Berkali-kali kucoba menyapanya, namun kami seperti berada pada dua dimensi yang berbeda. Dia semakin menjauh dan terus menjauh. akhirnya dirinya menghilang tepat dengan pergantian air mancur-air mancur itu menjadi uap air yang pekat. Apakah dia masuk kembali ke Istana itu ? Aku mencoba mengejarnya. Ketika tepat di pintu pertama instana, karpet merah panjang terbentang dengan diiringi pada bagian samping kiri dan kanan oleh pada pengawal. Di ujung sana terlihat para dayang yang sedang mengipas-ngipas sang ratu yang tertidur. Semakin penasaran, aku mencoba masuk. Satu hal yang membuat saya kaget adalah, mereka serentak melambaikan tangan di seperempat tubuh mereka seraya menyebutku dengan panggilan raja. Aku terus berjalan dengan semakin percaya diri. Para dayang itu menyapaku dan membisikan kata-kata yang indah, "Hembusan nafasmu akan membangunkan Sang Ratu". Aku coba melakukannya meski sedikit ragu. Terus mendekat, mendekat, dan lebih dekat............
Saat itu pula aku terbangun dan mendapati seorang temanku yang meronta-ronta karena khawatir dengan keadaanku. Kami siap-siap untuk pulang ke Indonesia.
Sifat : Nyata tapi agak lebay...
Sekarang, pagi dimana embun selalu terbentuk diantara dedaunan yang kering pada siang hari. Kubuka jendela kamarku yang berada tepat di sebelah timur menara gagah petronas. Namun tak kulihat ada sedikitpun daun-daun itu dibalik jendela. Memang, kamarku berada pada lantai 1 untuk arah depan rumah, namun sebenarnya berada pada lantai 3 Jika menghadap ke "jantung kota" Malaysia. Asumsikan saja bahwa pelataran Petronas sebagai datum, maka aku benar-benar setara dengan berada pada lantai 10 menara kembar itu. ya, inilah Gombak. Lebih tepatnya Jl Sri Gombak fasa 10/2, tempat dimana pesona keindahannya cukup memikat mata untuk menelusuri jalan-jalannya. Di Kota ini pula jalur kereta rapid KL berujung, sehingga kita harus menggunakan Bas atau teksi untuk merambah daerah lainnya. Serasa berada dipinggir danau dengan hamparan asrama, apartemen berkelas, dan perkantoran adalah air pengisinya yang tenang. sedangkan disebelah utara dibatasi oleh gunungan batu yang tinggi. Kulangkahkan menuju depan rumah, dan memang sudah tidak heran lagi jika mobil-mobil kebanggaan mereka, Proton, berjejer rapi di hampir setiap perumahan yang seperti tak berujung sampai mata anda bertepi pada tempat wisata "Batu Caves".
Ini adalah hari terakhirku berada di negeri Jiran Malaysia. Jika ditanya ingin berapa lama anda tinggal disana, mungkin ingin ku menjawab selamanya saja. Tapi untuk apa menjawab seperti itu kalau memang Aku punya negeri kebanggaan tersendiri, Indonesia.
Malaysia memang negara yang tergolong bebas dalam hal kependudukan. Negara ini didominasi oleh orang-orang dari libanon dan negara-negara lainnya.Sehingga jika anda bepergian menggunakan Bas atau Kereta Rapid KL, anda akan banyak menemuii orang-orang yang menggunakan beragam bahasa. Sehingga sebagai upaya mereka untuk menambah daya tarik negaranya, dibuatlah teknologi-teknologi yang mengimbangi negara-negara maju serta arsitektur yang bergaya Barat dan Timur Tengah.Setelah cukup banyak udara yang kuhirup dari depan rumah, Aku turun kelantai dasar untuk sekedar mengambil air dingin. Rencananya hari ini adalah saat-saat bisa menikmati keindahan area kerajaan Malaysia di Putra jaya setelah sebelumnya ke Twin Towers, Batu Caves, Paradises Garden, Pasar Seni, dan China Town. Kutengok dompet yang sepertinya sangat tipis dengan uang rupiah dan miskin uang ringgit. Tapi semuanya berada pada perhitungan. Naik Bas hanya membayar 1 RM dan naik Kereta Rapid KL hanya membayar 3 RM. Sedangkan lebih jauhnya, untuk pulang menuju bandara membutuhkan 10 RM dengan menggunakan Airport Coach. Cukup, itu saja karena tidak ada lagi Airport Tax dari sana ke Indonesia. Mandi sudah, sarapanpun sudah, kusempatkan untuk menonton acara televisi yang jelas jauh berbeda dengan tayangan di negaraku. Channel 1 terisi dengan kuis permainan anak-anak dan ibunya, channel 2 terisi oleh berita yang menampilkan pencapaian-pencapian negara Malaysia, channel 3 terisi oleh semacam sinetron namun seperti tidak ada alur cerita yang jelas (terlihat asli tanpa ekting didepan kamera) ditambah ceritanya tentang seorang laki-laki yang memiliki lebih dari satu pasangan, channel 4 berisi Sponge Bob asli berbahasa inggris tanpa dabbing. Channel 5 terisi oleh Upin & Ipin, betul, betul, betul. Heh, apalagi terkadang diselingi dengan iklan-iklan produk yang sama dengan di Indonesia, namun diubah bahasanya saja, misalnya iklan shampoo.
Dengan berjalan sekitar 30 meter, tampat pemberhentian Bas sudah terlihat. Sempat kusapa penjaga station tersebut, eh ternyata beliau orang Indonesia yang "mengungsi" kesana. Kuputuskan untuk naik Teksi saja, paling hanya berbeda 1 RM saja dengan menggunakan Bas dan setidaknya bisa lebih cepat. Di Teksi tersebut tidak perlu khawatir akan dibawa muter-muter dulu agar ongkosnya mahal. Kebetulan sopir teksi itu orang "Indon" (sebutan mereka untuk negara kita) juga. Puih, ternyata tidak hanya itu saja, para petugas kebersihan di kampus juga banyak orang-orang Indonesia ternyata. "Semoga berjaya" itulah sambutan hangat mereka dengan gaya khas melayu yang alot.
Pagi ini para pegawai sedang enak-enaknya mengemudikan mobil-mobil mereka dijalan-jalan sebelum station kereta Rapid KL, namun setelah itu, maaf saja karena sudah tersedia bangunan megah 5 lantai sebagai tempat penitipan mobil pribadi. Inilah yang membuat kemacetan bisa ditanggulangi. Antrean di mesin tiket cukup panjang. Terlihat disana, ada mesin tiket yang hanya menerima uang koin dan ada yang menerima uang kertas. Dengan terpaksa harus kutukar dulu uang kertasku ke uang koin di kios sebelah kanannya. Oke, token untuk masuk sudah dapat dan jangan sampai hilang sampai tempat tujuan. Jika hilang, saya tidak akan bisa keluar station karena token itu sama dengan kunci untuk keluar dari gerbang batas antara station dan dunia luar yang terbuka secara otomatis. hehe
Daerah Putra Jaya berada cukup jauh dari Kuala lumpur, dengan melewati perkebunan sawit yang masyaallah, Stadion Sepak Bola yang sedikit mirip GBK (tapi bagusan GBK sih), dan tempat-tempat industri lain, sampailah di tempat dimana terdapat danau yang luas, bangunan khas timur tengah yang megah dan kantor-kantor pemerintahan yang berjejer rapi disamping kiri kanan jalan menuju pusat pemerintahan kerajaan Malaysia. Jembatan itu, panorama itu, dan suasana itu, mengingatkanku pada cerita kakak kelasku yang kuliah di Kairo tentang pesona Alexandria. Namun satu hal lagi, masjid kerajaan yang berwarna pink itu berada tepat di samping danau, ini pula yang menginagtkanku pada mesjid apung diatas laut merah meskipun disana berwana putih.Pelataran di depan istana sangat luas, bentuknya lingkaran bersar dan ditengah-tengahnya terdapat bendera tertinggi Malaysia yang dikelilingi oleh bendera-bendera negara bagiannya. Air mancur menambah keromantisa tempat itu meski sesekali berubah menjadi uap air untuk mendinginkan pelataran tersebut.
Berjalan kesebelah selatan, anda akan menuju turunan yang cukup curam menuju tepi danau dengan berbagai restoran berkelas ala timur tengah. Namun jangan khawatir karena turunan ini menggunakan eskalator dengan kemiringan kurang dari sama dengan 45 derajat. sedangkan jika menuju masjid, anda tinggal berjalan menuju terowongan bawah sampai anda menemukan tangga yang membawa anda keatas masjid tersebut. Setelah itu, kupandangi istana itu dari masjid sehingga nampat lebih jelas. bangunan itu hampir mirip Taj Mahal (mungkin ini Taj Murah, sssttttt) meskipun tidak seperti terbuat dari batu pualam putih. Dengan tiga kubah Berwarna hijau kebiru-biruan yang mengkilat, tampaklah keindahan itu. Apakah Ratu Mumtaz Mahal ada didalam sana, tertidur pulas dalam ketenangan meski menyisakan kepedihan yang mendalam ? Lalu dimanakah Kaisar Shah Jahan yang sangat mencintainya ?
percakapan itu,
Shah Jahan : Hi, honey. What's up?( lebay amat sih, emang. gak ada kenyataannya percakapan antara Shah Jahan dengan Ratu Mumtaz Mahal yang seperti itu )
Mumtaz mahal : I'm sad. I have to tell you bad news.
Shah Jahan: What is it, honey? Don't make me anxious!
Mumtaz mahal : I have to leave you, honey.
Shah Jahan : Why ? Don't leave me. You know I love you.
Mumtaz mahal : Yea, I know it. I love you too. I have to go.
Shah Jahan : Where ?
Mumtaz mahal : I'm going to Jannah.
Shah Jahan : Oh, don't make me afraid, honey. You will get a new lease off life.
Apakah ratu itu sudah bangun dari tidurnya dan merubah wujud menjadi sesosok putri yang cantik ini ? Melangkah dengan pasti didepan pandanganku dengan jilbab lebar yang tersapu angin. Selendang merahnya terombang ambing meskipun masih terikat di lehernya. Bajunya penuh dengan bodir emas. Matanya begitu indah, hitam namun kebiru-biruan. Pandangannya tertunduk pada debu-debu padang pasir yang berada di pelataran. Apakah dia malu untuk menatapku, menyapaku, atau sekedar menanyakan seberapa lama kita akan bersama ? Berkali-kali kucoba menyapanya, namun kami seperti berada pada dua dimensi yang berbeda. Dia semakin menjauh dan terus menjauh. akhirnya dirinya menghilang tepat dengan pergantian air mancur-air mancur itu menjadi uap air yang pekat. Apakah dia masuk kembali ke Istana itu ? Aku mencoba mengejarnya. Ketika tepat di pintu pertama instana, karpet merah panjang terbentang dengan diiringi pada bagian samping kiri dan kanan oleh pada pengawal. Di ujung sana terlihat para dayang yang sedang mengipas-ngipas sang ratu yang tertidur. Semakin penasaran, aku mencoba masuk. Satu hal yang membuat saya kaget adalah, mereka serentak melambaikan tangan di seperempat tubuh mereka seraya menyebutku dengan panggilan raja. Aku terus berjalan dengan semakin percaya diri. Para dayang itu menyapaku dan membisikan kata-kata yang indah, "Hembusan nafasmu akan membangunkan Sang Ratu". Aku coba melakukannya meski sedikit ragu. Terus mendekat, mendekat, dan lebih dekat............
Saat itu pula aku terbangun dan mendapati seorang temanku yang meronta-ronta karena khawatir dengan keadaanku. Kami siap-siap untuk pulang ke Indonesia.